Kamis, 25 Desember 2008

gula Permen Karet Menjaga Kesehatan Gigi


Hingga kini kesadaran orang untuk merawat kesehatan gigi dan mulut secara serius masih sangat kurang. Padahal, tingkat kesehatan mulut dapat dijadikan indikator derajat kesehatan tubuh seseorang secara keseluruhan. Telah banyak hasil riset yang membuktikan bahwa adanya infeksi mulut berkaitan dengan penyakit jantung dan paru-paru, berat bayi lahir yang rendah, kelahiran prematur dan diabetes.
Ada empat faktor penyebab kerusakan gigi yaitu: makanan, terutama senyawa gula dan asam, bakteri mulut, kepekaan gigi dan lama kontak. Bahan pangan berpati yang telah dimasak dan gula dapat secara mudah difermentasi oleh bakteri mulut menjadi senyawa asam. Sukrosa (gula tebu) sering disebut ‘penjahat’ penyebab gigi berlubang (cavity) merupakan gula yang mudah difermentasi hingga membentuk makromolekul yang lengket (sticky) yang membikin plak dapat melekat kuat pada gigi dan menghalangi air ludah (saliva) mencuci asam-asam yang ada.Berikut ini disampaikan lima tip agar mulut kita lebih sehat.1. Gosoklah gigi sampai bersih dengan sikat yang lembut. Menyikat gigi berarti membuang plak (timbunan bakteri) gigi dan sisa makanan sehingga dapat mencegah kerusakan gigi. Kebanyakan orang hanya menyikat gigi selama 45 detik, cobalah sampai dua menit agar gigi benar-benar bersih dan sebaiknya dilakukan sehabis makan.2. Jangan lupa menyikat lidah. Di dalam rongga mulut selain gigi, juga terdapat organ penting lainnya yaitu lidah. Mulut mengandung berbagai bakteri dan beberapa jenis bakteri dapat tumbuh di lidah. Pada beberapa orang, tumbuhnya bakteri tersebut menyebabkan napas berbau tak sedap.3. Kurangi mengkonsumsi panganan ringan. Pangan ini cukup tinggi kadar gulanya sehingga berpotensi sebagai makanan untuk pertumbuhan bakteri mulut. Dalam waktu sekitar 20 menit setelah makan panganan ringan, bakteri akan menghasilkan senyawa asam seperti asetat, format, dan laktat. yang menyerang email gigi. Ngemil berarti menambah waktu kontak senyawa asam dengan gigi sehingga memperburuk kesehatan gigi. Berkumur sehabis ngemil dapat membantu mengurangi sisa makanan dan mengencerkan zat asam di mulut.4. Kurangi atau tinggalkan minuman bersoda. Gula di dalam minuman ringan bersoda dapat menjadi nutrisi untuk pertumbuhan bakteri di mulut, sebagaimana pada snack. Kalaupun komposisi minumannya tanpa gula, adanya asam sitrat dan fosfat hingga pH 2 ( sangat asam), dapat menggerus akar dan email gigi.5. Mengunyah permen karet (gum) yang bahan pemanisnya xilitol. Xilitol (C5H12O5 ) merupakan kelompok gula alkohol yang dalam penelitian selama 25 tahun terakhir ini terbukti dapat mencegah karies/ kerusakan gigi. Untuk mengurangi paparan (expose) gula baik sukrosa maupun glukosa, khususnya dari produk gula-gula (permen), kini telah ditawarkan bahan pemanis alami pelindung gigi, yaitu xilitol. Xilitol tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri perusak gigi, maka senyawa asam tak diproduksi sehingga pH permukaan gigi terpelihara berada di atas 5,7. (Wisnu Adi Yulianto)Penulis mahasiswa S3 Ilmu Pangan UGMDosen Universitas Wangsa Manggala, Yogyakarta

Diet Penderita Diabetes

Wisnu Adi Yulianto
DIABETES melitus atau kencing manis telah menjadi masalah kesehatan dunia. Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di negara-negara industri baru dan negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2003 terdapat sekitar 150 juta kasus diabetes di dunia, dan pada tahun 2025 diperkirakan jumlahnya meningkat dua kali lipat (WHO, 2003). Pada tahun itu, jumlah penderita diabetes di Indonesia diprediksi mencapai 12 juta jiwa.
OLEH karena itu, upaya pencegahan dan penanganan diabetes perlu mendapat perhatian yang serius. Jika tidak, dampak penyakit tersebut akan membawa komplikasi pada berbagai penyakit lain, seperti impotensi, penyakit jantung, stroke (berisiko 2-4 kali lebih tinggi), tekanan darah tinggi, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf. Hal ini tidak saja menyebabkan biaya perawatan dan pengobatannya yang mahal, tetapi juga mengakibatkan laju kematian penderita diabetes (age-adjusted) mencapai 1,5-2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk umumnya.
Penyakit diabetes yang banyak diderita (mencakup 90-95 persen) adalah diabetes tipe 2, yaitu karena tubuh tak cukup menghasilkan insulin atau menggunakan insulin untuk menurunkan gula darah (glukosa). Meski belum bisa disembuhkan, sesungguhnya penderita penyakit ini tetap dapat hidup normal jika mereka menerapkan pengelolaan diabetes yang baik. Langkah-langkah yang mesti dilakukan di antaranya penurunan berat tubuh bagi yang kelebihan berat dan kegemukan, olahraga atau latihan fisik secara teratur, pengaturan pola makan yang baik, menghindari stres dan memeriksakan kadar gula darahnya.
Dari strategi tersebut, cara pertama dan kedua telah berhasil dengan meyakinkan menurunkan risiko diabetes. Sedangkan cara ketiga, meskipun banyak penelitian yang menunjukkan beberapa bahan pangan sanggup menurunkan risiko diabetes, hingga sekarang belum ada diet khusus untuk diabetes, yang ada adalah upaya menormalkan kembali kadar gula darah tersebut (60-120 mg/dL).
Untuk mencapai tujuan itu, maka pengaturan dietnya haruslah memperhatikan berat tubuh dan aktivitas penderita diabetes guna menentukan besarnya kalori, adanya komplikasi penyakit lain, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Sebagai pedoman, besarnya kalori untuk wanita diabetes adalah berat badan ideal (BBI) dikalikan 25 K.kalori ditambah 20 persen untuk aktivitas, sedangkan untuk pria BBI dikalikan 25 K.kalori ditambah 20 persen untuk aktivitas. BBI dihitung dengan rumusan tinggi badan (cm) dikurangi 100 cm dikurangi 10 persen, tetapi untuk wanita di bawah 150 cm dan pria di bawah 160 cm tak perlu dikurangi 10 persen lagi. Jadi, misalnya seorang pria diabetes dengan berat 65 kg dan tinggi 170 cm akan membutuhkan sebanyak 2.268 K.kalori. Namun jika penderita kelebihan berat jumlah kalorinya dikurangi, sebaliknya jika kekurangan berat badan kalorinya ditambah.
Sejumlah kalori tersebut harus dipenuhi dari karbohidrat (60-70 persen), protein (10-15 persen), dan lemak (20-25 persen) di dalam menu makanan sehari-hari sebagaimana orang sehat. Vitamin dan mineral tetap wajib dipenuhi meski tidak menghasilkan energi. Sebagai patokan, satu gram lemak/minyak dapat menghasilkan 9 K.kalori, sedangkan karbohidrat dan protein masing- masing menyumbang 4 K.kalori/gram-nya.
Jenis bahan pangan yang telah direkomendasi oleh Joint WHO/FAO Expert Consultative (2003) untuk menurunkan risiko diabetes adalah memenuhi asupan polisakarida bukan pati (Non-Starch Polysaccharides/ NSP) melalui konsumsi leguminosa dan serealia utuh, buah-buahan dan sayur-sayuran. Asupan hariannya minimal sebanyak 20 gram. Selain itu, memastikan bahwa asupan lemak jenuhnya tidak melebihi 10 persen dari total energi dan untuk kelompok yang berisiko tinggi, asupan lemak tersebut sebaiknya kurang dari 7 persen total energi.
NSP sering kali dianggap identik dengan serat pangan (dietary fibre). Kini, total serat pangan didefinisikan sebagai komponen pangan yang tersusun dari NSP + resistant starch (pati tahan cerna) + lignin. Yang termasuk kelompok NSP di antaranya selulosa, hemiselulosa, pektin, beta-glukan, fruktan, gum, mucilage (getah), dan polisakarida ganggang/alga. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa konsumsi pangan tinggi NSP (biji-bijian utuh, sayuran dan buah-buahan) berhasil menurunkan risiko diabetes karena dapat menurunkan level gula darah dan insulin serta mengurangi risiko progresi buruknya toleransi glukosa pada diabetes tipe 2.
Bahan pangan yang kaya NSP, khususnya bentuk terlarut, seperti kacang-kacangan (pulse) memilki indeks glisemik (IG) yang rendah. Bahan pangan dengan IG yang rendah, tanpa memperhatikan kandungan NSP-nya, tidak hanya menghasilkan respons gula darah yang rendah setelah makan, tetapi juga ikut memperbaiki keseluruhan dalam pengendalian glisemik (diukur haemoglobin A1c).
Meskipun demikian, IG rendah bukan satu-satunya pilihan bagi pengidap diabetes, karena kadar lemak dan fruktosa yang tinggi pada bahan pangan juga menghasilkan IG yang rendah, tetapi menyimpan energi yang tinggi. Sementara itu, asupan lemak total dan lemak jenuh yang tinggi, keduanya berkaitan dengan tingginya risiko kerusakan toleransi glukosa, tinggi level glukosa dan insulin selama puasa, dan rendahnya sensitivitas insulin. Sebaliknya, asupan asam lemak tak jenuh yang tinggi berhubungan dengan turunnya risiko diabetes tipe 2 dan rendahnya kadar glukosa serta meningkatnya sensitivitas insulin.
Oleh karena itu, pemilihan bahan pangan yang tercakup dalam makanan empat sehat lima sempurna atau dalam menu seimbang bagi penderita diabetes seharusnya memperhatikan tiga aspek, yaitu kecukupan kalori, konsumsi pangan tinggi NSP (IG rendah) dan kurangi konsumsi lemak, terutama lemak jenuh. Untuk membantu menentukan pilihan tersebut dapat digunakan panduan (Tabel).
Sekali lagi, sesungguhnya semua makanan boleh dimakan oleh penderita diabetes, asalkan sanggup membatasi jumlahnya sesuai kebutuhannya. Jika tidak, apalagi sulit menurunkan gula darahnya, untuk amannya konsumsilah jenis makanan yang disarankan tersebut.
Setelah mengetahui jenis dan jumlahnya yang harus dimakan, langkah berikutnya adalah mengatur jadwal makan. Sebaiknya penderita diabetes tetap makan “besar” tiga kali (pagi, siang dan malam) ditambah makanan selingan tiga kali sehingga selang/interval makannya tiga jam. Dengan selang waktu tersebut, glukosa yang terbentuk sudah masuk sel atau jaringan otot.
Petunjuk yang terakhir bagi penderita diabetes adalah jangan mudah stres. Keadaan ini boleh jadi mengacaukan hormon-hormon dan buruknya kinerja organ-organ tubuh sehingga berdampak pada rendahnya produksi dan sensitivitas insulin.
Disarankan diet bagi penderita diabetes.
Dan jangan lupa memeriksakan kadar gula darah sehingga dapat terus mengelola dietnya dengan baik.
Wisnu Adi Yulianto Dosen Universitas Wangsa Manggala, Yogyakarta
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Mifa Putri Kusnandari Seorang Distributor Melilea Konsultan Call: 021-93616500 / 0856-910-33350Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
http://melilea021.blogspot.com/

Bapak Nomenklatur Botani


Bapak nomenklatur botani, Corolus Linnaeus, telah memberi nama genus dari tanaman kakao Theobroma cacao, yaitu Theobroma yang berarti makanan dari dewa. Dalam sejarah tercatat pula, Montezume, Raja dari Aztec, sebelum ‘menggilir’ istri-istrinya, selalu tak lupa mereguk minuman kakao, xocolatl. Cokelat ini diyakini memiliki sifat afrodisiak, membangkitkan nafsu birahi. Mengapa bisa demikian? Hal tersebut tentu saja tak lepas dari komponen penyusun cokelat. Cokelat merupakan sumber pangan yang kaya lemak (30%), dan karbohidrat (60%), protein, dan mineral seperti magnesium, kalium, natrium, kalsium, besi, tembaga, dan fosfor, berbagai jenis flavonoid seperti : epikatekin, epigalokatekin, dan prosianidin, serta komponen bioaktif lainnya.
Karena kadar lemak dan gulanya yang tinggi, sering kali konsumen harus mikir-mikir jika mau mengkonsumsi cokelat, jangan-jangan mengganggu kesehatan, dan Kontraproduktif dengan upaya pemeliharaan atau penurunan berat badan. Konsumsi cokelat dalam jumlah wajar (moderate) dinyatakan aman bagi kesehatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kris – Etherton dan Mustad (1994), konsumsi cokelat susu (milk chocolate) sampai 280 g/hari ternyata tidak meningkatkan konsentrasi kolesterol ‘jahat’ low density lipoprotein dan total kolesterol plasma. Bahkan, kadar flavonoidnya yang tinggi dapat menjaga kesehatan jantung.
Di samping sebagai sumber pangan, penggunaan kakao untuk pengobatan sebenarnya telah dipraktikkan sejak abad 15, misalnya untuk meredakan demam, sesak napas dan lemah jantung. Pada abad ke-16 sampai awal abad ke-20, telah tercatat lebih dari 300 resep obat yang dibuat dengan menggunakan bahan kakao/cokelat. Dari pengobatan tersebut setidaknya memiliki tiga peranan yang konsisten yaitu :
untuk menguruskan/melangsingkan berat tubuh,
menstimulasi sistem saraf pasien yang lemah dan sangat letih,
memperbaiki pencernaan di perut, menstimulasi fungsi ginjal dan memperbaiki fungsi usus besar.
Eksplorasi potensi cokelat, belakangan ini juga dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja otak. Selain mengandung komponen-komponen tersebut di atas, cokelat ternyata juga mengandung zat-zat farmakologis yang dapat memberikan sensasi fisiologis dan psikologis. Beberapa zat itu adalah senyawa amin biogenik, metilxantin dan asam-asam lemak yang menyerupai kanabinoid.
Beberapa senyawa amin biogenik yang terdapat pada cokelat adalah tiramin dan feniletilamin (FEA). FEA merupakan neuromodulator yang secara struktural dan farmakologis sama dengan katekolamin dan amfetamin. Keduanya merupakan stimulan otak. Secara alami FEA terdapat di otak dan terdistribusi di dalam sistem saraf pusat. Senyawa tersebut berfungsi untuk menguatkan neurotransmisi dopaminergis dan noradrenergis, dan sebagai modulator mood yang penting.
Senyawa alkoloid metilxantin yang terdapat pada cokelat di antaranya, adalah kafein dan teobromin. Kafein bekerja pada sistem saraf pusat dan jantung. Jantung akan terstimulasi, sehingga meningkatkan aliran darah, dan pernapasan. Efek psikologis yang didapat biasanya meningkatnya aktivitas mental dan tetap terjaga atau melek. Sedangkan pengaruh teobromin, dari hasil studi dengan menggunakan hewan percobaan, dilaporkan memiliki efek stimulasi lebih rendah dan memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai puncak efek farmakologis dibandingkan dengan kafein.
Namun, keduanya dapat menimbulkan sifat ketagihan (addictive). Kakao dan cokelat mengandung senyawa N-asiletanolamin tak jenuh, yang secara kimiawi dan farmakologis berkaitan dengan senyawa anandamida. Anandamida yang berarti kebahagiaan internal, merupakan lipoprotein otak yang mengikat dan mengaktifkan reseptor kanabinoid di dalam otak. Ia bekerja seperti obat kanabinoid, yaitu memberi efek psikoaktif seperti sensitivitas dan euforia yang memuncak.
Karena penggunaan cokelat sebagai agen terapi juga dapat menimbulkan efek samping bahkan kontraindikasi, maka tidak mengherankan jika pada dokter bersikap hati-hati dalam memberikan rekombinasinya. Biasanya dokter tak menganjurkan untuk mengkonsumsi cokelat bagi penderita diabetes, kegemukan, hiperlipidemik, gangguan migren dan sering gelisah (anxious). Sedangkan untuk pemulihan kesehatan selama istirahat sehabis bekerja, konsumsi cokelat gelap (dark) tampaknya memberikan efek lebih menguntungkan daripada bahayanya.
(Wisnu Adi Yulianto, dosen Teknologi Pangan Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta)
[Indeks]

Makanan Kesehatan untuk Jantung

Yogyakarta –
”Banyak jalan menuju Roma”. Pepatah lama itu, tak berlaku bagi jalan menuju jantung. Pasalnya, jalan menuju jantung itu adalah perut. Segala apa yang ada di dalam perut akan dicerna, kemudian ‘sarinya’ akan diserap melalui usus dan akhirnya dialirkan ke dalam pembuluh darah menuju jantung.Oleh Wisnu Adi YuliantoJantung dapat diibaratkan sebagai pompa air, dan pembuluh darahnya sebagai pipa yang mengalirkan air. Jika air yang dipompanya kotor, tidak saja menyebabkan penempelan kotoran pada dinding pipa dan menghambat aliran air, tetapi juga memaksa pompa bekerja ekstra keras, dan ini akan mempercepat kerusakan pompa. Jika kerusakan itu terjadi pada jantung dan tak lagi berdegup, tak mampu memompa darah ke seluruh tubuh, tamat sudah riwayat kita.Oleh karena itu, sangat bijaksana apabila perut kita isi dengan makanan yang dapat membantu memelihara kerja jantung atau meminimalkan terganggunya fungsi jantung. Gangguan atau sakit jantung tersebut dapat berupa tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner (PJK). PJK ini disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu penyempitan pembuluh koroner akibat dari penumpukan kolesterol atau bekuan darah, yang sering disebut dengan plak. Penderita penyakit ini diketahui memiliki kadar kolesterol ‘jahat’ low density lipoprotein yang tinggi ( 160 mg/dL), juga kadar kolesterol total yang tinggi ( 240 mg/dL). Oleh karenanya, makanan yang kita konsumsi sebaiknya yang tidak memicu penumpukan kolesterol tersebut.Tak diragukan lagi bahwa makanan diyakini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi risiko kesehatan jantung, baik itu yang menguntungkan, maupun ada pula yang merugikan. Sebagaimana kita ketahui, diet tinggi lemak jenuh dan natrium meningkatkan risiko jantung, sedangkan diet tinggi serat pangan dan antioksidan dapat membantu mencegah penyakit jantung.Di samping itu, belakangan ini para peneliti juga telah melaporkan bahwa beberapa nutrien atau senyawa bioaktif di dalam makanan pun terbukti dapat menjaga kesehatan jantung. Jenis nutrien, sumber makanan dan aksinya dalam menjaga menyehatkan jantung dapat diperiksa di dalam Tabel Jenis Nutrien.Perlu diingat di sini, apa yang tertuang di dalam tabel tersebut, hanyalah sebagian cara pencegahan penyakit jantung. Tindakan preventif lain yang tak kalah penting adalah berolahraga secara teratur, diet seimbang, kurangi stres, dan berhenti merokok.Akhirnya, kita berharap dengan semakin dipahaminya mekanisme terjadinya penyakit jantung, kelak dapat disusun menu diet yang seimbang dengan dilengkapi kombinasi nutrien-nutrien tersebut di atas sehingga dapat memberikan efek yang lebih menyehatkan pada jantung kita. Semoga!Penulis adalah Dosen Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta.

Formula Miniman Olah Raga yang Kesehatan

Wisnu Adi Yulianto

DULU olahraga semata-mata dimaksudkan untuk menjaga kesehatan tubuh. Tetapi, kini melalui aktivitas itu banyak orang berharap bukan hanya sehat, melainkan juga dapat tetap bugar sepanjang hari, tetap awet muda dan lebih cantik, agar tampak lebih seksi (semlohei) atau ’macho’, bahkan sebagian ibu-ibu sangat berharap agar ’cengkeramannya’ lebih rapet.
Namun demikian, untuk mencapai harapan tersebut haruslah diikuti dengan olahraga secara benar, baik kualitas, kuantitas maupun dietnya. Sebab jika tidak, olahraga justru memicu terbentuknya radikal-radikal bebas yang beracun dan pada gilirannya akan menyebabkan kerusakan oksidatif pada otot, hati, jantung, dan jaringan lainnya.
Setidaknya terdapat tiga hal pokok yang terjadi ketika berolahraga, yaitu berkurangnya air dan cairan tubuh, penggunaan sumber energi tubuh, dan konsumsi oksigen.
Kehilangan air dan cairan tubuh
Air di dalam tubuh, selain sebagai media, tempat berlangsungnya berbagai reaksi biokimia, juga sebagai termoregulator, yaitu menjaga dan mengontrol suhu tubuh. Sewaktu berolahraga, kita akan kehilangan air dan cairan tubuh (elektrolit) melalui keringat. Banyaknya air yang hilang sangat tergantung dari lama dan macam olahraga yang dilakukan. Pada olahraga berat (strenous), kehilangannya dapat mencapai tiga liter per jam. Oleh karena itu, peolahraga berat yang mengalami dehidrasi atau kekurangan air penampilannya menjadi kurang optimal. Bahkan, jika sampai terjadi kehilangan kontrol suhu tubuh akan menyebabkan heat stroke’, kram, pingsan, atau denyut jantung lebih cepat.
Disamping kehilangan air, olahraga juga menguras cadangan energi tubuh, baik yang berupa glikogen maupun lemak untuk diubah menjadi energi gerak.
Hasil dari suatu penelitian diketahui pada peolahraga yang banyak menyimpan glikogen, mula-mula sebanyak 90 persen atau lebih energi diambil dari karbohidrat selanjutnya setelah beberapa jam olahraga 70-80 persen energi diambil dari lemak.
Seperti halnya proses pembakaran lainnya, pembangkitan energi di dalam tubuh pun memerlukan oksigen. Suplai oksigen pada serabut otot selama olahraga dapat meningkat 100-200 kali. Oksigen ini akan terlarut di dalam darah dan dialirkan ke seluruh tubuh, terutama pada bagian-bagian otot yang melakukan gerak. Disinilah oksigen dapat berubah menjadi senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen species) yang beracun, jika tubuh tidak cukup memiliki sejumlah antioksidan.
Dari uraian di atas maka strategi yang dapat diterapkan untuk membuat formula minuman bagi peolahraga adalah dapat mengganti kehilangan air, cairan tubuh, dan energi serta dapat menyediakan antioksidan yang memadai.
Pengganti air dan cairan tubuh
Minuman yang cocok untuk peolahraga adalah minuman isotonik. Dikatakan isotonik, karena minuman ini dirancang sehingga memiliki tekanan osmotik yang sama dengan tekanan darah manusia. Dengan demikian, begitu minuman diteguk dapat sekejap terserap oleh tubuh.
Sebagai pengganti kehilangan air, minuman ini dapat dibuat dengan kadar air sampai 98 persen. Disamping itu, air juga berfungsi sebagai pelepas dahaga dan pelarut nutrien lainnya. Sedangkan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, minuman ini dapat disuplementasi dengan Cl, Na (natrium klorida /sitrat), P (kalium fosfat), Mg (trimagnesium sitrat), dan Ca (kalsium laktat).
Sebagai minuman isotonik, minuman untuk peolahraga harus memiliki sifat-sifat yang secara cepat mengosongkan perut dan tinggi penyerapannya di dalam usus.
Kedua sifat ini dipengaruhi oleh kadar dan jenis karbohidrat/gula yang digunakan di dalam minuman tersebut. Karena karbohidrat pada kadar kurang dari lima persen tidak cukup memberikan kalori untuk meningkatkan efisiensi olahraga, demikian halnya jika lebih dari 10 persen akan mencegah pengosongan perut, maka Prof Dr Dedi Fardiaz, Ketua PATPI Pusat, menyarankan minuman isotonik sebaiknya mengandung 6-8 persen karbohidrat.
Jenis karbohidrat, seperti glukosa, sukrosa, dan maltodekstrin relatif lebih cepat penyerapannya dibanding fruktosa. Selain sebagai sumber energi, gula tersebut juga bermanfaat sebagai bahan pemanis.
Menyadari masih rendahnya energi yang tersedia di dalam minuman ini, para peneliti belakangan ini mencari cara bagaimana dapat mengoptimalkan metabolisme energi. Dari situlah kemudian diketahui dan diyakini vitamin B mampu menjalankan peran itu.
Vitamin B merupakan vitamin yang larut di dalam air, selain vitamin C. Di antara vitamin B yang terlibat dalam produksi energi adalah B1, B2, B6, niasin, dan asam pantotenat. Peranan vitamin-vitamin ini ternyata bertindak sebagai koenzim, senyawa bukan protein juga bukan logam, yang diperlukan enzim untuk menjalankan metabolisme. Metabolisme yang dikatalisa enzim dengan bantuan koenzim dari vitamin B tersebut adalah katabolisme/penguraian karbohidrat termasuk glikogen, lemak, asam-asam amino, gula 2-keto, asam a-keto, asam-asam lemak, untuk dijadikan energi di dalam tubuh.
Penangkal radikal bebas
Manusia dewasa memerlukan energi sekitar 2.500 Kkal dan oksigen sebesar 660 g/hari. Selama berolahraga, konsumsi oksigennya dapat meningkat 10-15 kali. Dari jumlah oksigen yang terkonsumsi, 90-95 persen akan diubah menjadi air, sedangkan sisanya dapat berubah menjadi senyawa oksigen reaktif (SOR).
Dari hasil penelitian diketahui, beberapa SOR yang terdapat di dalam tubuh adalah radikal bebas, seperti hidroksil, superoksida, oksida nitrat, dan peroksil lipid, serta senyawa-senyawa non radikal, seperti hidrogen peroksida, oksigen singlet, asam hipoklorida, dan ozon.
Dalam jumlah normal SOR bermanfaat bagi tubuh, misalnya untuk membunuh mikrobia patogen dan mengatur pertumbuhan sel. Namun, apabila berlebihan dan pertahanan antioksidan tubuh kurang memadai, maka akan menyebabkan stres oksidatif atau kerusakan jaringan-jaringan tubuh.
Stres oksidatif sangat mungkin terjadi, terutama pada jaringan otot yang digerakkan selama olahraga. Oleh karena itu, minuman peolahraga ada baiknya disuplementasi dengan antioksidan, seperti vitamin C, E, dan b karoten. Selain mampu menangkal radikal-radikal bebas, senyawa tersebut diketahui mampu menurunkan peroksidasi lipid.
Dengan mengonsumsi minuman tersebut di atas, diharapkan peolahraga memperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut : dalam waktu pendek dapat terhindar dari dehidrasi dan kekurangan energi yang berlebihan, sedangkan dalam waktu lama dapat mengoptimalkan metabolisme energi, mencegah kerusakan jaringan akibat stres oksidatif dan dapat menambah vitamin serta mineral untuk menjaga kesehatan tubuh yang optimal.
Namun demikian, bagi Anda yang olahraganya ringan atau biasa-biasa saja, tetapi makannya sudah ’baik’, saya sarankan tidak perlu minum minuman isotonik tersebut.
Wisnu Adi Yulianto, Dosen FTP Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta

Diet Penderita Diabetes


Wisnu Adi Yulianto
DIABETES melitus atau kencing manis telah menjadi masalah kesehatan dunia. Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di negara-negara industri baru dan negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2003 terdapat sekitar 150 juta kasus diabetes di dunia, dan pada tahun 2025 diperkirakan jumlahnya meningkat dua kali lipat (WHO, 2003). Pada tahun itu, jumlah penderita diabetes di Indonesia diprediksi mencapai 12 juta jiwa.
OLEH karena itu, upaya pencegahan dan penanganan diabetes perlu mendapat perhatian yang serius. Jika tidak, dampak penyakit tersebut akan membawa komplikasi pada berbagai penyakit lain, seperti impotensi, penyakit jantung, stroke (berisiko 2-4 kali lebih tinggi), tekanan darah tinggi, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf. Hal ini tidak saja menyebabkan biaya perawatan dan pengobatannya yang mahal, tetapi juga mengakibatkan laju kematian penderita diabetes (age-adjusted) mencapai 1,5-2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk umumnya.
Penyakit diabetes yang banyak diderita (mencakup 90-95 persen) adalah diabetes tipe 2, yaitu karena tubuh tak cukup menghasilkan insulin atau menggunakan insulin untuk menurunkan gula darah (glukosa). Meski belum bisa disembuhkan, sesungguhnya penderita penyakit ini tetap dapat hidup normal jika mereka menerapkan pengelolaan diabetes yang baik. Langkah-langkah yang mesti dilakukan di antaranya penurunan berat tubuh bagi yang kelebihan berat dan kegemukan, olahraga atau latihan fisik secara teratur, pengaturan pola makan yang baik, menghindari stres dan memeriksakan kadar gula darahnya.
Dari strategi tersebut, cara pertama dan kedua telah berhasil dengan meyakinkan menurunkan risiko diabetes. Sedangkan cara ketiga, meskipun banyak penelitian yang menunjukkan beberapa bahan pangan sanggup menurunkan risiko diabetes, hingga sekarang belum ada diet khusus untuk diabetes, yang ada adalah upaya menormalkan kembali kadar gula darah tersebut (60-120 mg/dL).
Untuk mencapai tujuan itu, maka pengaturan dietnya haruslah memperhatikan berat tubuh dan aktivitas penderita diabetes guna menentukan besarnya kalori, adanya komplikasi penyakit lain, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Sebagai pedoman, besarnya kalori untuk wanita diabetes adalah berat badan ideal (BBI) dikalikan 25 K.kalori ditambah 20 persen untuk aktivitas, sedangkan untuk pria BBI dikalikan 25 K.kalori ditambah 20 persen untuk aktivitas. BBI dihitung dengan rumusan tinggi badan (cm) dikurangi 100 cm dikurangi 10 persen, tetapi untuk wanita di bawah 150 cm dan pria di bawah 160 cm tak perlu dikurangi 10 persen lagi. Jadi, misalnya seorang pria diabetes dengan berat 65 kg dan tinggi 170 cm akan membutuhkan sebanyak 2.268 K.kalori. Namun jika penderita kelebihan berat jumlah kalorinya dikurangi, sebaliknya jika kekurangan berat badan kalorinya ditambah.
Sejumlah kalori tersebut harus dipenuhi dari karbohidrat (60-70 persen), protein (10-15 persen), dan lemak (20-25 persen) di dalam menu makanan sehari-hari sebagaimana orang sehat. Vitamin dan mineral tetap wajib dipenuhi meski tidak menghasilkan energi. Sebagai patokan, satu gram lemak/minyak dapat menghasilkan 9 K.kalori, sedangkan karbohidrat dan protein masing- masing menyumbang 4 K.kalori/gram-nya.
Jenis bahan pangan yang telah direkomendasi oleh Joint WHO/FAO Expert Consultative (2003) untuk menurunkan risiko diabetes adalah memenuhi asupan polisakarida bukan pati (Non-Starch Polysaccharides/ NSP) melalui konsumsi leguminosa dan serealia utuh, buah-buahan dan sayur-sayuran. Asupan hariannya minimal sebanyak 20 gram. Selain itu, memastikan bahwa asupan lemak jenuhnya tidak melebihi 10 persen dari total energi dan untuk kelompok yang berisiko tinggi, asupan lemak tersebut sebaiknya kurang dari 7 persen total energi.
NSP sering kali dianggap identik dengan serat pangan (dietary fibre). Kini, total serat pangan didefinisikan sebagai komponen pangan yang tersusun dari NSP + resistant starch (pati tahan cerna) + lignin. Yang termasuk kelompok NSP di antaranya selulosa, hemiselulosa, pektin, beta-glukan, fruktan, gum, mucilage (getah), dan polisakarida ganggang/alga. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa konsumsi pangan tinggi NSP (biji-bijian utuh, sayuran dan buah-buahan) berhasil menurunkan risiko diabetes karena dapat menurunkan level gula darah dan insulin serta mengurangi risiko progresi buruknya toleransi glukosa pada diabetes tipe 2.
Bahan pangan yang kaya NSP, khususnya bentuk terlarut, seperti kacang-kacangan (pulse) memilki indeks glisemik (IG) yang rendah. Bahan pangan dengan IG yang rendah, tanpa memperhatikan kandungan NSP-nya, tidak hanya menghasilkan respons gula darah yang rendah setelah makan, tetapi juga ikut memperbaiki keseluruhan dalam pengendalian glisemik (diukur haemoglobin A1c).
Meskipun demikian, IG rendah bukan satu-satunya pilihan bagi pengidap diabetes, karena kadar lemak dan fruktosa yang tinggi pada bahan pangan juga menghasilkan IG yang rendah, tetapi menyimpan energi yang tinggi. Sementara itu, asupan lemak total dan lemak jenuh yang tinggi, keduanya berkaitan dengan tingginya risiko kerusakan toleransi glukosa, tinggi level glukosa dan insulin selama puasa, dan rendahnya sensitivitas insulin. Sebaliknya, asupan asam lemak tak jenuh yang tinggi berhubungan dengan turunnya risiko diabetes tipe 2 dan rendahnya kadar glukosa serta meningkatnya sensitivitas insulin.
Oleh karena itu, pemilihan bahan pangan yang tercakup dalam makanan empat sehat lima sempurna atau dalam menu seimbang bagi penderita diabetes seharusnya memperhatikan tiga aspek, yaitu kecukupan kalori, konsumsi pangan tinggi NSP (IG rendah) dan kurangi konsumsi lemak, terutama lemak jenuh. Untuk membantu menentukan pilihan tersebut dapat digunakan panduan (Tabel).
Sekali lagi, sesungguhnya semua makanan boleh dimakan oleh penderita diabetes, asalkan sanggup membatasi jumlahnya sesuai kebutuhannya. Jika tidak, apalagi sulit menurunkan gula darahnya, untuk amannya konsumsilah jenis makanan yang disarankan tersebut.
Setelah mengetahui jenis dan jumlahnya yang harus dimakan, langkah berikutnya adalah mengatur jadwal makan. Sebaiknya penderita diabetes tetap makan “besar” tiga kali (pagi, siang dan malam) ditambah makanan selingan tiga kali sehingga selang/interval makannya tiga jam. Dengan selang waktu tersebut, glukosa yang terbentuk sudah masuk sel atau jaringan otot.
Petunjuk yang terakhir bagi penderita diabetes adalah jangan mudah stres. Keadaan ini boleh jadi mengacaukan hormon-hormon dan buruknya kinerja organ-organ tubuh sehingga berdampak pada rendahnya produksi dan sensitivitas insulin.
Dan jangan lupa memeriksakan kadar gula darah sehingga dapat terus mengelola dietnya dengan baik.
Wisnu Adi Yulianto Dosen Universitas Wangsa Manggala, YogyakartaSukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Tags: , , , , , , ,

kartini

Gender & Kekerasan terhadap Perempuan
Refleksi Wafatnya RA Kartini bagi Para Suami

Oleh: Wisnu Adi Yulianto
MESKIPUN bangsa ini selalu mengenang jasa-jasa perjuangan RA Kartini, banyak yang lupa bagaimana beliau meninggal. Tokoh emansipasi wanita Indonesia dari Jepara ini wafat pada usia 25 tahun, yaitu empat hari setelah beliau melahirkan putra pertamanya. Kebanyakan kita memutus, itu adalah takdir. Memang demikian adanya. Akan tetapi, ada yang agaknya terlupakan bahwa melahirkan itu berisiko membawa kematian.
SEANDAINYA setiap peringatan Hari Kartini, Hari Ibu, dan Hari Wanita bangsa ini bersungguh-sungguh memperhatikan kesehatan maternal (ibu hamil dan melahirkan), boleh jadi angka kematian ibu tak setinggi 470 per 100.000 kelahiran hidup. Angka itu demikian memprihatinkan karena paling tinggi di kawasan ASEAN.
Ketidaktahuan bahaya itu hingga kini masih dialami sebagian para suami. Tak berlebihan jika Ranson dan Yinger (2002) dari Population Reference Bureau (Amerika) dalam bukunya, Making Motherhood Safer, mengutip ungkapan lelaki Indonesia yang istrinya meninggal saat melahirkan, "Tak seorang pun memberi tahu kepadaku. Saya tak tahu bahwa istriku dapat meninggal karena melahirkan. Laki-laki akan mengerjakan sesuatu yang lebih jika kami tahu risikonya sebesar itu."
Oleh karena itu, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, petugas dan penyuluh kesehatan, serta seluruh lapisan masyarakat seyogianya terpanggil ikut menyebarluaskan informasi dan pengetahuan, khususnya bagi para pria yang telah berkeluarga (suami), bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan agar istrinya yang hamil dan melahirkan dapat selamat. Suami sebagai kepala keluarga memiliki posisi strategis dalam mengambil keputusan yang cepat dan tepat sehingga istrinya tidak tertunda untuk memperoleh pertolongan dari petugas medis dan mendapat pelayanan kesehatan yang standar.
SEBAGAIMANA dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1999, sekitar 80 persen kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan, dan setelah melahirkan. Sisanya, 20 persen, kematian maternal secara tak langsung disebabkan oleh anemia, malaria, hepatitis, sakit jantung, dan diabetes.
Kebanyakan kematian maternal tersebut sesungguhnya dapat dicegah jika mereka mendapat pertolongan dokter, bidan, atau perawat. Sayangnya, justru mereka terlambat memperoleh pertolongan karena tidak mengenali tanda-tanda komplikasi yang mengancam jiwa, lamban mengambil keputusan mencari pertolongan, sangat jauh untuk mendapatkan perawatan yang memadai, dan kalaupun memperoleh pelayanan kesehatan di bawah standar. Di sinilah sekali lagi peran suami sangat dibutuhkan.
Untuk menurunkan angka kematian maternal di negeri ini, diperlukan gerakan nasional yang juga melibatkan peran aktif bapak dan calon bapak. Sebagai momentum gerakan ini dapat diawali melalui peringatan Hari Bapak. Hari itu setidaknya dapat digunakan untuk introspeksi para bapak apakah telah bertanggung jawab terhadap anak dan istri, termasuk keselamatan istrinya sewaktu hamil dan melahirkan. Keteladanan bapak yang baik tidak saja membangun keluarga yang sejahtera, tetapi juga akan melahirkan generasi yang lebih baik. Bukankah masyarakat dan bangsa ini merupakan kumpulan dari keluarga?
Mengingat demikian penting posisi suami di dalam keluarga, mereka semestinya dapat melakukan tindakan nyata bagi keselamatan istrinya yang hamil dan melahirkan. Bentuk partisipasi itu di antaranya adalah 1) merencanakan keluarga.
Langkah pertama ini, misalnya, menentukan berapa jumlah anak yang diinginkan dan berapa tahun jarak kelahirannya. Hal ini akan mendorong pemikiran bersama suami istri untuk menentukan bagaimana caranya.
Perlu disadari bahwa kematian maternal menjadi berisiko tinggi jika terlalu banyak anak, terlalu rapat jarak kelahiran, terlalu tua, dan terlalu muda pada saat melahirkan. Usia kurang dari 20 tahun dan lebih tua dari 35 tahun, jumlah anak lebih dari empat, serta jarak kehamilan kurang dari dua tahun dan anemia ternyata berisiko tinggi terhadap kematian maternal.
Seorang ibu setelah melahirkan memerlukan dua atau tiga tahun untuk dapat memulihkan kondisi tubuhnya dan mempersiapkan diri untuk persalinan yang berikutnya. Tanpa perencanaan, kehamilan yang tidak dikehendaki umumnya diakhiri dengan aborsi, dan praktik aborsi yang tak aman justru meningkatkan kematian maternal.
2) Mendukung penggunaan kontrasepsi. Suami mengajak istri ke dokter atau petugas keluarga berencana untuk bersama-sama berkonsultasi dan menentukan jenis kontrasepsi terbaik untuknya. Mengantisipasi jika terjadi efek samping dan bagaimana cara mengatasinya, serta memilih kontrasepsi yang cocok, merupakan hal penting yang harus didiskusikan dan diputuskan bersama.
3) Membantu agar istri tetap sehat. Suami istri wajib belajar untuk mengetahui gejala-gejala komplikasi kehamilan. Oleh karena itu, suami perlu mengajak atau menemani istrinya ke dokter atau klinik untuk berkonsultasi dan mendapatkan pelayanan antenatal (sebelum kelahiran) yang tepat. Pemeriksaan ini langkah penting demi keselamatan dan kesehatan istri dan anak yang dikandung.
Selain itu, istri maupun janinnya harus mendapatkan asupan gizi yang baik. Untuk itu, suami semestinya menyediakan gizi yang sehat bagi keluarganya, terutama makanan yang kaya zat besi dan vitamin A.
Anemia, kekurangan zat besi, walaupun tak secara langsung menyebabkan kematian maternal, hal itu merupakan faktor penyebab kematian maternal. Dari hasil penelitian secara umum dapat dikemukakan, ibu yang anemia berisiko lima kali lebih besar mengalami kematian dibandingkan dengan ibu yang tak anemia. Demikian pula untuk peranan vitamin A. Vitamin ini selain menjaga kesehatan mata ibu dan janinnya, juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh, di antaranya dapat mencegah terjadinya infeksi. Hasil penelitian telah menunjukkan suplemen vitamin A pada masa kehamilan terbukti dapat menurunkan angka kematian maternal dan bayi.
4) Merencanakan persalinan dibantu oleh dokter atau petugas terlatih. Setelah berkonsultasi dengan petugas kesehatan yang terlatih atau dokternya, suami dapat merencanakan kapan dan di mana persalinan sebaiknya dilakukan sehingga tak terjadi keterlambatan dalam memperoleh pertolongan persalinan. Untuk itu, perlu disiapkan kendaraan dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk persalinan dan anak yang baru lahir.
5) Menjaga kesehatan istri setelah melahirkan. Kebanyakan kematian maternal terjadi tiga hari sehabis melahirkan karena terserang infeksi. Untuk itulah, suami juga perlu belajar hal-hal yang berkaitan dengan komplikasi postpartum ini dan mencari pertolongan jika terjadi. Dikarenakan kondisi kesehatan istri masih rentan dan masih menyusui, suami perlu menyediakan makanan bergizi dan membantu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah.
Ir Wisnu Adi Yulianto, MP Dosen Universitas Wangsa Manggala, Yogyakata
sumber: Harian Kompas, Senin, 19 April 2004