Kamis, 25 Desember 2008

Makanan Fermentasi Tradisional Tetap Menyehatkan

Kamis, 31 Maret, 2005 oleh: Siswono
Makanan Fermentasi Tradisional Tetap Menyehatkan Gizi.net - Wisnu Adi Yulianto
JIKA Anda penggemar makanan fungsional atau kesehatan, Anda tentu kenal makanan atau minuman probiotik. Jenis produk ini telah diklaim bermanfaat menjaga kebugaran dan kesehatan bagi yang mengonsumsinya. Secara umum, definisi probiotik adalah kultur (mikrobia) yang disajikan dalam keadaan hidup, jumlahnya banyak (lebih dari satu juta per gram), dan tetap hidup serta stabil dalam ekosistem usus.ATAS batasan itu, kemudian beberapa ahli menegaskan bahwa bakteri yogurt, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermophillus tidaklah termasuk bakteri probiotik karena tidak bisa lolos sebagai rintangan dalam saluran pencernaan (pH lambung 1,7) untuk tetap hidup di usus. Selanjutnya, agar yogurt tersebut mempunyai efek fungsional bagi kesehatan, harus ditambah dengan probiotik Lactobacillus acidophilus.Dari informasi tersebut, kini seolah makanan dan minuman probiotik yang berkhasiat bagi kesehatan hanyalah yang memiliki kriteria di atas. Definisi inilah yang sekarang telah melekat pada pemahaman khalayak bahwa makanan-minuman probiotik haruslah mengandung banyak sel hidup.Padahal dalam sejarahnya, istilah probiotik sendiri pertama kali diguankan oleh Lily dan Stillwell pada 1965 untuk menyatakan zat-zat (substances) yang disekresi oleh mikrobia dan mampu menstimulasi pertumbuhan mikrobia lain. Jadi, bukan mikrobia hidup. Meski sesungguhnya di awal abad ke-20 pemenang Nobel Elie Metchnikoff telah mengusulkan perlunya dasar pemikiran ilmiah untuk menjelaskan efek menyehatkan dari bakteri yogurt.Dalam bukunya The Prolongation of Life tahun 1907, ia menyarankan untuk makan yogurt karena yogurt memainkan peranan penting dalam kesehatan. Ia yang akhirnya dikenal sebagai Bapak Probiotik ini juga menghubungkan umur panjang dari para petani Bulgaria dengan kebiasaan mereka mengonsumsi yogurt yang mengandung Lactobacillus spp.Untuk itu, ada baiknya sekarang mempertimbangkan usulan Dr Salminen dan koleganya (1999) dari Departemen Biokimia dan Kimia Pangan, Universitas Turku Finlandia, yang mendefinisikan probiotik sebagai sel mikrobia hidup atau komponen sel mikrobia yang mempunyai efek menguntungkan bagi kesehatan tubuh.Mengapa sel tak hidup perlu dimasukkan? Untuk menjelaskan potensinya terhadap kesehatan, berikut ditunjukkan hasil penelitian potensinya terhadap kesehatan dan efek konsumsi yogurt dan susu fermentasi yang mengandung sel hidup dan sel tak hidup (tabel).Dari sejumlah hasil riset yang telah banyak dilaporkan, konsumsi pangan yang mengandung sel hidup (PSH) diketahui mempunyai beberapa efek yang menyehatkan tubuh, yaitu; dapat mengurangi intoleransi terhadap laktosa atau maldigesti laktosa, mempersingkat frekuensi dan durasi diare (mencret), menstimulasi modulasi imunitas (kekebalan), meningkatkan aktivitas antitumor dan antimutagenik, dan membantu absorbsi mineral. Selanjutnya apakah efek menyehatkan dari PSH tersebut juga dimiliki oleh pangan yang tak mengandung sel hidup (PSTH) dapat diperiksa pada tabel .Dalam tata tabel tersebut dapat terungkap bahwa PSTH ataupun yogurt "biasa" mampu memberikan efek yang menyehatkan tubuh, tidak harus dalam bentuk sel hidup. Efek tersebut dapat berasal dari produk-produk fermentasi seperti asam laktat, hidrogen peroksida, bakteriosin, molekul koagregasi dan biosurfaktan, serta enzim-enzim yang dihasilkannya.Ditinjau dari aplikasinya, PSTH mempunyai keuntungan ekonomis dibandingkan PSH, yaitu umur simpan produk lebih lama, mengurangi adanya persyaratan untuk menyimpan dingin, dan memudahkan transportasi.Selain itu, proses pengawetan kultur hidup (pribiotik), misalnya dengan liofilisasi atau freeze drying (kering beku) diperlukan biaya tambahan yang tinggi. Dengan demikian, pilihan PSTH dapat dikembangkan secara luas di negara-negara sedang berkembang, seperti Indonesia, di mana kondisi penanganan secara khusus seperti pendinginan tidak perlu dilakukan. Keuntungan lainnya lagi, PSTH tidak menyebabkan infeksi dan terjadinya transfer resistensi terhadap antibiotik. Justru hal sebaliknya dapat terjadi pada PSH.Dari uraian di atas dapat memberikan petunjuk bagi kita bahwa produk makanan fermentasi tradisional di Indonesia yang cukup beraneka ragam bisa dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai makanan dan minuman yang tak kalah dengan pangan probiotik yang telah mengklaim dirinya dapat menyehatkan tubuh.Produk pangan tersebut, misalnya tempe, tape ketan, tape ketela, brem cair, cairan tape ketan (badheg), peyeum, tauco, dan acar. Cairan tape dan tape ketan diketahui juga mengandung bakteri asam laktat sekitar satu juta per mililiter atau gramnya. Pangan tersebut diyakini dapat memberikan efek menyehatkan.Keunggulan PSTH yang tak kalah menarik adalah mampu mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh. Aflaktosin merupakan zak toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus flavus. Apalagi dari hasil penelitian bidang mikrobiologi Puslik Biologi LIPI dilaporkan sebanyak 47 persen produk kecap mengandung aflatoksin. Konsumsi PSTH ini diharapkan dapat mereduksi aflatoksin tersebut.Akhirnya, sudah semestinya Pusat-pusat Kajian Makanan Tradisional yang terbesar di Indonesia, seperti di UGM Yogyakarta, IPB Bogor, dan Unibraw Malang terus mengkaji dan mengembangkan makanan tradisional kita, khususnya makanan fermentasi. Upaya tersebut selain dapat mengangkat martabat makanan khas Indonesia, juga dapat memberikan efek yang lebih menyehatkan bagi yang mengonsumsinya.
Wisnu Adi Yulianto Dosen Teknologi Pangan Universitas Wangsa Manggala YogyakartaSumber: http://www.kompas.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar