Kamis, 25 Desember 2008

Bapak Nomenklatur Botani


Bapak nomenklatur botani, Corolus Linnaeus, telah memberi nama genus dari tanaman kakao Theobroma cacao, yaitu Theobroma yang berarti makanan dari dewa. Dalam sejarah tercatat pula, Montezume, Raja dari Aztec, sebelum ‘menggilir’ istri-istrinya, selalu tak lupa mereguk minuman kakao, xocolatl. Cokelat ini diyakini memiliki sifat afrodisiak, membangkitkan nafsu birahi. Mengapa bisa demikian? Hal tersebut tentu saja tak lepas dari komponen penyusun cokelat. Cokelat merupakan sumber pangan yang kaya lemak (30%), dan karbohidrat (60%), protein, dan mineral seperti magnesium, kalium, natrium, kalsium, besi, tembaga, dan fosfor, berbagai jenis flavonoid seperti : epikatekin, epigalokatekin, dan prosianidin, serta komponen bioaktif lainnya.
Karena kadar lemak dan gulanya yang tinggi, sering kali konsumen harus mikir-mikir jika mau mengkonsumsi cokelat, jangan-jangan mengganggu kesehatan, dan Kontraproduktif dengan upaya pemeliharaan atau penurunan berat badan. Konsumsi cokelat dalam jumlah wajar (moderate) dinyatakan aman bagi kesehatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kris – Etherton dan Mustad (1994), konsumsi cokelat susu (milk chocolate) sampai 280 g/hari ternyata tidak meningkatkan konsentrasi kolesterol ‘jahat’ low density lipoprotein dan total kolesterol plasma. Bahkan, kadar flavonoidnya yang tinggi dapat menjaga kesehatan jantung.
Di samping sebagai sumber pangan, penggunaan kakao untuk pengobatan sebenarnya telah dipraktikkan sejak abad 15, misalnya untuk meredakan demam, sesak napas dan lemah jantung. Pada abad ke-16 sampai awal abad ke-20, telah tercatat lebih dari 300 resep obat yang dibuat dengan menggunakan bahan kakao/cokelat. Dari pengobatan tersebut setidaknya memiliki tiga peranan yang konsisten yaitu :
untuk menguruskan/melangsingkan berat tubuh,
menstimulasi sistem saraf pasien yang lemah dan sangat letih,
memperbaiki pencernaan di perut, menstimulasi fungsi ginjal dan memperbaiki fungsi usus besar.
Eksplorasi potensi cokelat, belakangan ini juga dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja otak. Selain mengandung komponen-komponen tersebut di atas, cokelat ternyata juga mengandung zat-zat farmakologis yang dapat memberikan sensasi fisiologis dan psikologis. Beberapa zat itu adalah senyawa amin biogenik, metilxantin dan asam-asam lemak yang menyerupai kanabinoid.
Beberapa senyawa amin biogenik yang terdapat pada cokelat adalah tiramin dan feniletilamin (FEA). FEA merupakan neuromodulator yang secara struktural dan farmakologis sama dengan katekolamin dan amfetamin. Keduanya merupakan stimulan otak. Secara alami FEA terdapat di otak dan terdistribusi di dalam sistem saraf pusat. Senyawa tersebut berfungsi untuk menguatkan neurotransmisi dopaminergis dan noradrenergis, dan sebagai modulator mood yang penting.
Senyawa alkoloid metilxantin yang terdapat pada cokelat di antaranya, adalah kafein dan teobromin. Kafein bekerja pada sistem saraf pusat dan jantung. Jantung akan terstimulasi, sehingga meningkatkan aliran darah, dan pernapasan. Efek psikologis yang didapat biasanya meningkatnya aktivitas mental dan tetap terjaga atau melek. Sedangkan pengaruh teobromin, dari hasil studi dengan menggunakan hewan percobaan, dilaporkan memiliki efek stimulasi lebih rendah dan memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai puncak efek farmakologis dibandingkan dengan kafein.
Namun, keduanya dapat menimbulkan sifat ketagihan (addictive). Kakao dan cokelat mengandung senyawa N-asiletanolamin tak jenuh, yang secara kimiawi dan farmakologis berkaitan dengan senyawa anandamida. Anandamida yang berarti kebahagiaan internal, merupakan lipoprotein otak yang mengikat dan mengaktifkan reseptor kanabinoid di dalam otak. Ia bekerja seperti obat kanabinoid, yaitu memberi efek psikoaktif seperti sensitivitas dan euforia yang memuncak.
Karena penggunaan cokelat sebagai agen terapi juga dapat menimbulkan efek samping bahkan kontraindikasi, maka tidak mengherankan jika pada dokter bersikap hati-hati dalam memberikan rekombinasinya. Biasanya dokter tak menganjurkan untuk mengkonsumsi cokelat bagi penderita diabetes, kegemukan, hiperlipidemik, gangguan migren dan sering gelisah (anxious). Sedangkan untuk pemulihan kesehatan selama istirahat sehabis bekerja, konsumsi cokelat gelap (dark) tampaknya memberikan efek lebih menguntungkan daripada bahayanya.
(Wisnu Adi Yulianto, dosen Teknologi Pangan Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta)
[Indeks]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar